This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Sabtu, 28 April 2012
Dampak Merokok
Sabtu, 14 April 2012
Rabu, 11 April 2012
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Padahal Julius Nyaree pernah mengatakan:
"Kalau seorang perempuan itu berdaya, maka ia akan berdaya, dan kalau perempuan itu berdaya maka ia akan menyejahterakan keluarga dan masyarakatnya"
Oleh karena itu, kasus kekerasan terhadap istri merupakan suatu kasus tersendiri yang patut menjadi perhatian masyarakat karena mengakibatkan dampak yang merugikan bagi keluarga, termasuk anak-anak.
Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Istri
Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan KDRT terhadap istri? KDRT terhadap istri adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca definisi di atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada istri bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan datang.
Gejala-gejala Kekerasan Terhadap Istri
Mungkin yang akan mengundang pertanyaan adalah: "Bagaimana gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan?" Perlu diketahui bahwa gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejala-gejala di atas, tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.
Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Istri
Jika anda sudah mengetahui gejala-gejalanya, maka selanjutnya yang harus anda ketahui adalah bentuk-bentuk kekerasan tersebut. Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi, anda dapat menjadi lebih peka dalam menghadapi kasus KDRT, dan anda dapat membantu orang lain (baik yang anda kenal maupun tidak) yang mungkin mengalaminya. Jangan sampai terjadi, anda hanya sebagai penonton yang tidak berempati ketika mengetahui terjadinya KDRT di sekitar anda.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut, antara lain:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti: memukul, menendang, dan lain-lain) yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam dihati istri.
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.
Penyebab Kekerasan Terhadap Istri
KDRT pada istri tidak akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di negara kita, Indonesia, kekerasan pada perempuan merupakan salah satu budaya negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Apa saja penyebab kekerasan pada istri? Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap istri, antara lain:
1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7) Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
8) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
9) Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas, memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga yang lain, suami juga berperan sebagai pembuat keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam masyarakat diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan diyakini sebagai ketentuan agama. Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal ini mengakibatkan masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai. Kenyataan juga menunjukkan bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang bekerja, karena keterlibatan istri dalam ekonomi tidak didukung oleh perubahan sistem dan kondisi sosial budaya, sehingga peran istri dalam kegiatan ekonomi masih dianggap sebagai kegiatan sampingan.
Menanggapi hal ini, maka selanjutnya menjadi pertanyaan penting untuk semua dari kita, sebagai warga Negara Indonesia adalah: "Apakah kita berperan dalam budaya ini? Dan apakah kita akan terus membiarkan hal ini?"
Siklus Kekerasan Terhadap Istri
Mungkin Anda sering melihat bahwa seorang istri yang telah mengalami kekerasan dari suaminya, akhirnya akan kembali mengalami kekerasan. Bagaimana siklus kekerasan terhadap istri? Siklus kekerasan terhadap istri adalah suami melakukan kekerasan pada istri kemudian suami menyesali perbuatannya dan meminta maaf pada istri, tahap selanjutnya suami bersikap mesra pada istri, apabila terjadi konflik maka suami kembali melakukan kekerasan pada istri.
Namun, Istri berusaha menganggap bahwa kekerasan timbul karena kekhilafan sesaat dan berharap suaminya akan berubah menjadi baik sehingga ketika suami meminta maaf dan bersikap mesra, maka harapan tersebut terpenuhi untuk sementara. Biasanya kekerasan terjadi berulang-ulang sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi istri dan adanya rasa takut ditinggalkan dan sakit hati atas perilaku suami. Ternyata, siklus kekerasan pada istri tanpa disadari menjadi seperti lingkaran setan.
Dampak Kekerasan Terhadap Istri
Kekerasan terhadap istri menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Apa saja dampak kekerasan terhadap istri?
Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.
Setelah Anda mengetahui dampak dari kekerasan pada istri maka Anda tentu harus turut berempati dengan berupaya memberdayakan dan menolong korban KDRT. Karena tanpa adanya perubahan pola pikir anda dalam memandang kasus-kasus kekerasan seperti ini maka kekerasan pada perempuan masih akan terus terjadi. Dan siapa pun dapat menjadi korban kekerasan termasuk Anda dan keluarga Anda.
Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Terhadap Istri
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender; mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masing dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan me-manage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun semua itu harus diawali dari orangtua.
Sebagai penutup dari artikel ini, saya berharap semoga uraian di atas berguna bagi para pembaca sehingga pembaca turut berpartisipasi untuk menghentikan budaya kekerasan yang terjadi masyarakat kita.
Peran Indonesia akan Memperkuat Kerjasama ASEAN – PBB
Organisasi regional dapat berperan aktif dalam memelihara perdamaian dunia (Bab VIII Piagam PBB, Regional Arrangements). Dan peran organisasi regional ini ditekankan kembali dalam laporan Sekjen PBB, Boutros Boutros Ghali pada 1992 yang berjudul ”An Agenda for Peace”. Berdasarkan UN Charter Bab VI Artikel 33, “Pacific Settlement of Disputes” dan Bab VIII Artikel 52-53, “Regional Arrangements”, ASEAN dapat dipandang sebagai salah satu elemen vital kerjasama regional yang dapat turut serta menciptakan dan memelihara perdamaian global. Penjabaran dari pidato Sekjen PBB, Boutros Boutros Ghali, “An Agenda for Peace”, pidato Kofi Annan di PBB pada 2005, “ In Larger Freedom: towards development, security and human rights for all” menekankan pada “Establishment of an Interlocking System of Peacekeeping Capacities” antara PBB dan organisasi-organisasi regional, “in predictable and reliable partnerships”.
Isu-isu yang dapat diperankan ASEAN vis-à-vis PBB, antara lain adalah isu security secara multidimensi yang bermuara pada stabilitas dan perdamaian menjadi common-ground bagi PBB dan ASEAN. Diantaranya ASEAN dapat membentuk peacekeeping forces sekaligus sebagai common forces, dapat juga dikerahkan untuk terlibat dalam misi kemanusiaan serta penanganan bencana (dalam kerangka AHA Centre), termasuk dalam upaya membantu tugas dan misi yang dilakukan PBB atau dibawah bendera PBB.
ASEAN dan PBB dapat mencari solusi bersama terhadap persoalan human security dan penanganan isu trans-national security, termasuk counter-terrorism, dan anti-piracy. Dalam hal isu pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan, ASEAN telah memiliki dialog partnership dengan UNDP sejak 1962. Terkait dengan isu demokrasi dan HAM, terdapat koherensi linear antara Piagam ASEAN dan Piagam PBB, sehingga idealnya ASEAN dapat membantu tugas dan misi PBB, khususnya terkait isu HAM, sesuai visi, misi dan kemampuan ASEAN.
Profil dan efektifitas negara-negara ASEAN di forum-forum PBB dan badan-badan PBB dapat lebih ditingkatkan apabila negara-negara ASEAN mampu menyamakan posisi dalam berbagai isu strategis, antara lain: NPT, climate change, dan doktrin Responsibility to Protect. Forum-forum PBB bukan hanya forum politik, keamanan, dan HAM yang berlokasi di PBB dan Jenewa, tapi juga UNESCO dan badan-badan PBB lainnya yang bergerak di bidang pendidikan, sosial-budaya, ekonomi dan lain-lainnya.
Kendala dan tantangan yang dihadapi ASEAN untuk berperan sebagai aktor internasional - sebagaimana menurut Bab VI UN Charter, “Settlement of Disputes” dan pidato Boutros Boutros Ghali, “An Agenda for Peace”- adalah masih banyaknya konflik bilateral yang belum terselesaikan, serta rasa persaingan yang masih relatif kuat diantara anggota ASEAN dan menjadi kendala dalam proses integrasi.Perbedaan sejarah, politik dan tahap pembangunan konomi yang menyulitkan negara-negara ASEAN mengambil sikap yang sama dalam berbagai isu-isu strategis , terutama yang terkait dengan isu-isu demokrasi dan HAM serta isu-isu ekonomi. (misalnya Singapura yang cenderung bersikap sebagai negara maju dalam isu-isu pembangunan).
Masalah Myanmar yang masih menjadi batu sandungan dalam hubungan ASEAN dengan komunitas internasional; Kapasitas yang dimiliki oleh negara-negara ASEAN untuk berperan aktif dan berkontribusi dalam misi-misi PBB juga berbeda.
Peran Indonesia akan memperkuat ASEAN dalam bekerjasama dengan PBB. Indonesia dapat selalu mengambil inisiatif memprakarsai penyelesaian konflik intra-state dan inter-state di kawasan (JIM I dan JIM II - penyelesaian konflik dan rekonsiliasi internal di Kamboja; Persetujuan perdamaian 1996 di Philipina Selatan; Konflik Thailand Selatan; Konflik perbatasan Kamboja-Thailand).Peran penting Indonesia lainnya adalah terkait dengan isu-isu; MDGs dimana Indonesia tercatat “on track” dalam pencapaian MDGs kecuali untuk MDG 4, yaitu mengurangi tingkat kematian ibu; di bidang ketahanan pangan, Indonesia dan ASEAN dapat berperan aktif dalam menggalang upaya ketahanan pangan regional dan global, antara lain melalui resolusi SMU PBB, No.64/224; di bidang lingkungan dan perubahan iklim, Indonesia dan ASEAN dapat berperan aktif dalam mencari solusi melalui visi Indonesia terkait kerjasama dalam mengatasi perubahan iklim pasca 2012;
Di bidang kehutanan, langkah Indonesia dalam REDD seyogianya dapat disampaikan kepada negara-negara ASEAN lainnya, dalam rangka menyeragamkan sikap terkait isu kerusakan lingkungan dan perubahan iklim secara global; sementara di bidang penanganan bencana alam, keberhasilan Indonesia dapat menangani berbagai bencana dapat menjadi lesson learned bagi ASEAN dan PBB. Keberadaan AHA Center dapat menjadi prime mover bagi upaya penanganan bencana secara regional dan global.
Kesimpulannya adalah bahwa Indonesia perlu menunjukkan komitmen serius dalam merealisasikan ASEAN Community, khususnya APSC. Baik dalam posisi sebagai Ketua ASEAN maupun tidak, seyogianya Indonesia tetap pada sikap untuk mendorong upaya redefinisi dan reposisi terhadap nilai-nilai dan pola tradisionalitas di ASEAN, diantaranya prinsip non-intervensi, yang terbukti seringkali justru menjadi barrier bagi keinginan ASEAN untuk berinteraksi dalam Global Community of Nations.
Indonesia perlu mengefektifkan mekanisme kerjasama ASEAN dengan mitra dialog yang sudah ada, utamanya ASEAN+1 dan ASEAN-UN Summit. Sebagai role model dalam Conflict Management, Indonesia perlu mendorong ASEAN untuk membentuk peacekeeping forces dalam menangani misi kemanusiaan serta disaster management process melalui mekanisme AHA Centre, dalam upaya membantu tugas dan misi yang dilakukan PBB atau dibawah bendera PBB. Pembentukan ASEAN Peace Keeping Forces ini semestinya tidak harus menunggu kesiapan seluruh anggota ASEA.[]